Bagaimana Bisa? Insinyur India Ini Menciptakan Gletser Buatan Sendiri
Gambar: dailymail |
Gletser umumnya hanya dikenal sebagai tumpukan salju. Akan tetapi Gletser sebenarnya bukan hanya tumpukan salju biasa, melainkan gundukan salju yang mengeras terbentuk selama puluhan tahun, bahkan bisa jadi berabad-abad. Meskipun tercipta dengan wujud bongkahan es, Gletser tidak hanya berada di daerah kutub. Berdasarkan faktanya, banyak Gletser telah ditemukan di daerah dataran tinggi di berbagai belahan bumi.
Tidak hanya berupa kejadian alam, ternyata kehadiran Gletser memiliki peran luar biasa bagi bumi dan makhluk hidup di dalamnya. Jika selama ini kita mengetahui bahwa planet bumi memiliki sebagian besar permukaannya terdiri dari air, tapi sebenarnya 97% dari kandungan air itu merupakan lautan atau air asin yang mungkin tidak dikonsumsi oleh makhluk hidup.
Sisanya hanya 3% saja dari jumlah keseluruhan air di bumi berwujud air segar. Dan tahukah Anda bahwa dari jumlah 3% air segar tersebut, ternyata 2/3-nya tersimpan dan membeku dalam wujud Gletser. Jadi secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa Gletser menyimpan 2/3 cadangan air bersih yang dibutuhkan makhluk di bumi untuk hidup.
Sering kali kita dibingungkan dengan adanya Gletser dan Iceberg. Berbeda halnya dengan es mengapung atau lebih dikenal dengan sebutan “ iceberg ”, Gletser sendiri terbentuk pada daratan sedangkan Iceberg terbentuk di lautan. Meskipun keduanya sama-sama berwujud gumpalan keras dari es, tapi secara letaknya berbeda. Baik Gletser atau pun Iceberg, sering kali digunakan oleh para ilmuwan untuk memantau suhu bumi. Karena ketika suhu bumi memanas, maka jumlah iceberg serta Gletser yang mencair pun akan semakin meningkat.
Sekarang kita tahu bahwa Gletser merupakan hasil dari pembekuan salju yang membutuhkan waktu puluhan, bahkan ratusan tahun. Lebih tepatnya, di pedalaman India terdapat seorang insinyur bernama Sonam Wangchuk berasal dari Ladakh di kawasan India Utara, menciptakan sebuah Gletser buatan berguna memasok kebutuhan air bersih bagi warga sekitar.
Tidak hanya menjadi raihan luar biasa dalam bidang sains, namun penemuan oleh pria kelahiran 1 September 1966 tersebut lebih jauh memberi dampak sosial luar biasa. Akan tetapi, cerita hebatnya mengenai pembuatan Gletser juga tidak berjalan mudah. Pertama kali ia mengemukakan idenya, insinyur lulusan Craterre School of Architecture untuk jurusan Earthen Architecture di Prancis ini mengalami penolakan.
Gambar: dailymail |
Bermula dari rasa keprihatinannya dalam menanggulangi masalah kesulitan air di kalangan petani daerah Ladakh, terlebih pada bulan April dan Mei setiap tahunnya, dirinya berusaha memanfaatkan curah hujan guna menyimpan air dengan cara menjadikannya es. Sehingga mampu bertahan sampai penghujung musim kemarau. Dimana saat itu jumlah pasokan air memang tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Nantinya, saat musim kemarau memasuki puncaknya, diharapkan kandungan air dalam Gletser buatan mampu dimanfaatkan supaya bisa mencukupi kebutuhan air warga setempat. Sehingga kurangnya masyarakat dataran tinggi Himalaya akan ketersediaan air selama ini bisa teratasi.
Kawasan dimana proyek “ Ice Stupa ” ini diaplikasikan merupakan daerah yang diapit oleh dua gunung tertinggi dunia, Himalaya dan Kunlun. Dikarenakan letak geografisnya inilah yang kerap menjadikan wilayah tersebut hanya memiliki curah hujan sekitar 80 mm / tahunnya. Sebagai perbandingan, wilayah di Indonesia bercurah hujan terendah seperti lembah Palu dan Luwuk yang berada di Sulawesi maupun sebagian kawasan kepulauan Nusa Tenggara saja memiliki curah hujan 1000 m / tahun. Jadi, terbayang bukan betapa sedikitnya curah hujan yang dimiliki daerah tersebut.
Alhasil, penduduk sekitar dapat memanfaatkan lelehan Gletser yang biasa terjadi saat memasuki musim semi untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Begitu memasuki musim panas, volume air hasil dari Gletser yang mencair menjadi tidak terbendung dan akhirnya banyak yang terbuang sia-sia. Akan tetapi di penghujung musim panas masalah sesungguhnya datang. Karena Gletser telah berhenti mencair dan curah hujan sangat sedikit, akhirnya warga mulai kekurangan pasokan air untuk kebutuhan hidupnya.
Wangchuk mencoba sebuah solusi untuk mengumpulkan sedikit hujan yang turun pada musim dingin, agar bisa digunakan saat musim semi dimana lahan pertanian memasuki masa tanam. Guna merekayasa idenya itu, ia menanamkan pipa di bawah tanah sepanjang gunung, hingga menuju ke atas gunung yang terhubung sampai dataran rendah, yang sebelumnya sudah dipasangi sebuah kubah dan rangka terbuat dari baja setinggi 25 meter.
Saat memasuki musim dingin, air berasal dari lelehan Gletser tadi akan mengalami proses pembekuan dan membentuk Stupa. Hasil rancangan ini diperkirakan mampu menjadikan es beku bertahan lebih lama, sehingga tidak mencair sampai saatnya musim panas tiba.
Wangchuk pun telah menjadwalkan dirinya untuk berkunjung ke Peru pada musim panas ini guna mengujicobakan karyanya dengan model lebih besar. Good luck.. Wangchuk, semoga para insinyur negeri ini juga bisa berkarya sehingga mampu mengubah sains menjadi hal berguna, serta membantu permasalahan sosial bumi pertiwi.
Ditulis Oleh : Arbamedia / Herry. W